Balada Sarimin

Balada Sarimin

            “Sarimin pergi ke pasar…… Sarimin naik kuda kayu…… Sarimin memakai topeng…… Sarimin memakai payung……!” Teriak sang pawang monyet untuk memperjelas aksi Sarimin kepada anak-anak yang berada di sekelilingnya. Di tempat itu bukan hanya ada Sarimin dan sang pawang, namun beberapa pemain gamelan yang mengiringi Sarimin beraksi.

Aku duduk menanti kedatangan kereta yang sudah telat lebih dari satu jam memperhatikan dari awal aksi Sarimin di peron sebrang, sesekali anak-anak yang menonton tertawa melihat tingkah Sarimin.

Ya, Sarimin artis topeng monyet yang menjadi pusat perhatian anak-anak di setiap aksinya. Walaupun anak-anak terlihat senang dengan aksi Sarimin, Sarimin terlihat tidak begitu nyaman dengan kuda kayunya, topengnya, payungnya, apalagi dengan rantai di lehernya yang rapuh. Pawang Sarimin menarik-narik rantai yang panjang sebagai perintah kepada Sarimin untuk melakukan aksi berikutnya, namun Sarimin terlihat berjalan terseok-seok dan terpaksa memegangi rantai yang mengganggu di lehernya, mungkin ia merasa kesakitan karena ditarik dengan kasar. Diakhir pertunjukan terlihat Sarimin meminta uang kepada penonton yang telah melihat aksinya tadi.

Setelah penonton bubar Sarimin ditarik dengan kerasnya untuk masuk ke dalam kandang yang di pikul oleh sang pawang, kandang itu kecil sehingga Sarimin harus menunduk untuk bisa duduk di dalamnya. Setelah Sarimin masuk ke kandang sang pawang pindah ke peron dimana aku duduk. Pawang memulai lagi aksinya, namun walaupun sudah di tarik dengan rantai, Sarimin tetap tidak mau keluar dari kandang. Pawang tersebut menghampiri Sarimin dan memukul kepala Sarimin, Sarimin yang kelelahan terpaksa harus menuruti sang pawang  dan melakukan atraksi lagi. Mungkin karena kelaparan, Sarimin mengambil korek api dari jalan dan mengunyah-ngunyahnya. Diakhir pertunjukan, waktunya Sarimin meminta uang kepada penonton, ada seorang anak yang memberi sepotong kue kepada Sarimin, sebelum Sarimin mengambil kue itu, Pawang menarik rantai Sarimin sambil berkata “Jangan dikasih makan dek, nanti dia nggak mau kerja”. Mendengar hal itu aku bertanya dalam hati, untuk apa sebenarnya Sarimin ini? Diperlakukan kasar, dan tidak diberi makan.

Untuk menjawab pertanyaan itu, aku mendekati pawang Sarimin dan bertanya “Dulu ngelatihnya gimana Pak?” Dan jawaban yang kudapat cukup mengagetkan “Awalnya sih nggak dikasih makan supaya dia nurut, yah kalo tetep nggak nurut pukul aja, nah abis itu baru dikasih rantai supaya ngerti yang harus dia kerjain” Kurang puas dengan jawaban itu aku bertanya lagi “Tapi tetep dikasih makan kan Pak?” “Ya, jarang-jarang soalnya kalo sering dikasih makan nanti dia kenyang dan gak mau kerja” Ya Tuhan! Ternyata benar, Sarimin hanya dieksploitasi tanpa diperhatikan hak hidupnya. Menurut Pawang mungkin itu cara yang benar untuk mendisiplinkan Sarimin, tetapi bagaimana kalau Sarimin mati kelaparan? Menurut ku itu hal yang sangat kejam namun mungkin sang pawang hanya berfikir “Toh hanya sewaan.” –monyet-monyet tersebut bukan milik si Pawang, Pawang hanya menyewa– Sarimin tetap makhluk hidup yang memiliki hak untuk bertahan hidup, kalau begini berarti pertunjukan topeng monyet termasuk animal abuse yang merupakan kekejaman, bukan hiburan seperti yang selama ini kita anggap.

Awalnya aku cukup prihatin dengan redupnya topeng monyet sebagai salah satu hiburan tradisional. Tetapi setelah mendengar pernyataan dari sang Pawang aku merasa senang dengan hal ini, sudah seharusnya topeng monyet dihentikan kalau tetap menggunakan kekerasan. Aku berdoa dalam hati agar usaha topeng monyet yang seperti ini mati dan si pawang mencari pekerjaan lain sehingga Sarimin-Sarimin lain dapat terselamatkan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

Sang Kisana mengatakan...

telaah menarik nad.... sebenernya kasus bukan pada topeng monyet aja. pada kuda yg di pake buat andong dan juga pertunjukan hewan di ragunan atau gelanggang samudra juga sama. binatang yg di eksploitasi untuk keuntungan manusia ? tapi pertanyaannya adalah apakah uang yg di pakai makan oleh pawangnya sarimin itu halal ?

Nadia Khaerani mengatakan...

yap. Sayangnya di Indonesia belum ada lembaga yang secara khusus menangani masalah eksploitasi binatang kaya gini.

Sang Kisana mengatakan...

manknya di luar negri dah ada ?

Posting Komentar